Tempat Kerja Seperti Neraka..
Satu tahun yang lalu, tepat di Bulan Februari 2015, saya mulai bekerja di salah satu SMP Swasta di Banjarmasin setelah satu tahun lebih saya menganggur paska lulus dari Kuliah. Saya lulusan Pendidikan Bahasa Inggris di salah satu Sekolah Tinggi Perguruan Swasta di Banjarmasin. Iya, berbekal Ilmu Bahasa Inggris yang saya peroleh di perkuliahan itulah saya mencoba peruntungan dengan menjadi seorang guru Bahasa Inggris.
Pertama kali saya mengajar di sana, saya merasa sangat gugup dan merasa ada beban tersendiri. Namun, semua rasa itu hilang, sambutan para siswa di kelas 8 (kelas pertama saya ngajar di sana) sangat menyenangkan. Kami melakukan tanya jawab, memperkenalkan diri masing-masing, dan setelah itu belajar pembelajaran dimulai. Di sana saya mengajar tiga kelas, kelas 7, 8, dan 9.
Saya dikenal sebagai guru yang "killer" bagi para siswanya. Why? Karena di sana saya selalu memberi hukuman kepada siswa-siswi yang bandel pada saat belajar pembelajaran berlangsung. Hukuman yang saya berikan berupa PR. Siswa yang tidak mengerjakan atau mengumpulkan PR, akam saya lipat gandakan PR nya. Dari itu, banyak siswa yang benci dengan saya. Iya, itu semua saya lakukan demi kedislipinan dan kebaikan mereka juga.
Hari berganti hari, saya mulai menikmati pekerjaan saya. Mulai beradaptasi dengan lingkungan sekolah, guru-guru, dan staff-staff sekolah lainnya. Mulai mengakrabkan diri dengan guru-guru senior di sana. Mereka semua ramah-ramah dan baik. Tapi beberapa guru di sana kalau sedang bicara itu agak kurang jelas, jadi ketika mereka berniat bercanda, saya kurang jelas mendengar suaranya, yaa saya pura-pura ketawa. Itung-itung menghargai mereka. Hohoho.
Saya mulai akrab dengan empat guru di sana, Bp. Rocky, Ibu Nia, Ibu Yuli, dan Ibu Evi. Kami sering bercanda, bergurau-gurau ria di kantor sekolah.
Bp. Rocky, guru mata pelajaran Fisika yang homuris, tapi kalau bicara agak sedikit kurang jelas. Ibu Nia, guru Sejarah, anak orang kaya. Ibu Yuli, guru Bahasa Banjar, lemot nyaaa minta ampun. Ibu Evi, guru Matematika, bicara nya juga agak kurang jelas menurut saya.
Satu tahun yang lalu, tepat di Bulan Februari 2015, saya mulai bekerja di salah satu SMP Swasta di Banjarmasin setelah satu tahun lebih saya menganggur paska lulus dari Kuliah. Saya lulusan Pendidikan Bahasa Inggris di salah satu Sekolah Tinggi Perguruan Swasta di Banjarmasin. Iya, berbekal Ilmu Bahasa Inggris yang saya peroleh di perkuliahan itulah saya mencoba peruntungan dengan menjadi seorang guru Bahasa Inggris.
Pertama kali saya mengajar di sana, saya merasa sangat gugup dan merasa ada beban tersendiri. Namun, semua rasa itu hilang, sambutan para siswa di kelas 8 (kelas pertama saya ngajar di sana) sangat menyenangkan. Kami melakukan tanya jawab, memperkenalkan diri masing-masing, dan setelah itu belajar pembelajaran dimulai. Di sana saya mengajar tiga kelas, kelas 7, 8, dan 9.
Saya dikenal sebagai guru yang "killer" bagi para siswanya. Why? Karena di sana saya selalu memberi hukuman kepada siswa-siswi yang bandel pada saat belajar pembelajaran berlangsung. Hukuman yang saya berikan berupa PR. Siswa yang tidak mengerjakan atau mengumpulkan PR, akam saya lipat gandakan PR nya. Dari itu, banyak siswa yang benci dengan saya. Iya, itu semua saya lakukan demi kedislipinan dan kebaikan mereka juga.
Hari berganti hari, saya mulai menikmati pekerjaan saya. Mulai beradaptasi dengan lingkungan sekolah, guru-guru, dan staff-staff sekolah lainnya. Mulai mengakrabkan diri dengan guru-guru senior di sana. Mereka semua ramah-ramah dan baik. Tapi beberapa guru di sana kalau sedang bicara itu agak kurang jelas, jadi ketika mereka berniat bercanda, saya kurang jelas mendengar suaranya, yaa saya pura-pura ketawa. Itung-itung menghargai mereka. Hohoho.
Saya mulai akrab dengan empat guru di sana, Bp. Rocky, Ibu Nia, Ibu Yuli, dan Ibu Evi. Kami sering bercanda, bergurau-gurau ria di kantor sekolah.
Bp. Rocky, guru mata pelajaran Fisika yang homuris, tapi kalau bicara agak sedikit kurang jelas. Ibu Nia, guru Sejarah, anak orang kaya. Ibu Yuli, guru Bahasa Banjar, lemot nyaaa minta ampun. Ibu Evi, guru Matematika, bicara nya juga agak kurang jelas menurut saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar